Palu, Satusulteng.com – Wali Kota Palu Hidayat mengatakan polemik di lokasi Pembakit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kelurahan Mpanau, Kecamatan Tawaeli, antara pemilik PLTU yakni PT. Pusaka Jaya Palu Power (PJPP) dan warga sudah hampir tuntas.
“Persoalan ini hampir tuntas, sudah lama warga mampersoalkan hal ini dan sudah ditangani dengan maksimal,” kata Hidayat di Palu, Senin malam, menanggapi aksi unjuk rasa warga Kecamatan Tawaeli dan Palu Utara yang sempat memblokade jalan trans Sulawesi selama hampir 10 jam.
Dalam keterangan tertulisnya, wali kota menyebut polemik yang disoal masyarakat antara lain air panas yang dikeluarkan PLTU sudah teratasi, demikian pula getaran yang ditimbulkan telah tertangani serta bunyi bising sudah di bawah ambang batas.
“Ini sudah melalui proses penelitian oleh ahli dari Universitas Tadulako Palu,” ujarnya.
Demikian pula dengan persoalan pengangkutan batubara dari kapal tongkang ke darat yang dikeluhkan warga setempat, kini sudah menggunakan sistem conveyor sehingga sudah sesuai standar keamanan dan kenyamanan lingkungan.
Baca juga: Masyarakat Tawaeli demo, lalulintas trans Sulawesi macet total
“Sekarang yang tersisa tinggal persoalan ‘fly ash’ (debu yang beterbangan) namun persoalan ini juga sebenarnya sudah selesai karena masyarakat Kayumalue juga sudah akan dibina untuk mengelolanya,” tutur Hidayat.
Meski begitu, lanjut Hidayat, dalam perjalananya, pembangunan tempat pengelolaan limbah bahan beracun berbahaya (B3) ‘fly ash’ milik PT. PJPP, coba dipermasalahkan pihak lain dengan memberhentikan pekerjaan tersebut pada 21 Januari 2018.
“Padahal ‘fly ash’ itu sudah terjadwal akan diangkut pada 28 Januari ini, akhirnya jadwal tersebut tergeser lagi,” ungkapnya.
Terkait permintaan pemindahan tempat pembuangan sementara (TPS) fly ash itu, pihaknya sudah menyetujui, namun adanya keinginan untuk menghentikan operasional PLTU Mpanau bukanlah penyelesaian masalah.
“Dalam proses itu kita tidak bisa menyetop operasional PLTU, karena akan berdampak terhadap pengurangan daya kelistrikan sehingga akan berakibat fatal dan mengganggu jalannya pembangunan di kota Palu,” tutup Hidayat.***