JAKARTA, KOMPAS.com – Serangan cyber terus meningkat dari tahun ke tahun, dengan target perusahaan besar dan kecil, terutama yang bergerak di jasa keuangan.
Survei Pricewaterhouse Coopers (PwC) bertajuk The Global State of Information Security® di 2016, menunjukkan bagaimana para eksekutif perusahaan menilik inovasi baru dan kerangka kerja untuk memperbaiki keamanan dan memitigasi risiko perusahaan.
Dalam temuan PwC, para petinggi perusahaan setingkat direksi dan komisaris semakin khawatir akan tingginya jumlah kejahatan cyber. Mereka kemudian memikirkan ulang praktik keamanan cyber, dengan berfokus pada serangkaian teknologi inovatif yang dapat mengurangi risiko perusahaan dan memperbaiki kinerja.
“Mayoritas perusahaan (91 persen) telah mengadopsi kerangka kerja keamanan, atau seringkali, sebuah kerangka kerja terpadu dengan sektor lain,” tulis laporan PwC kepada Kompas.com, Kamis (17/3/2016).
Teknologi-teknologi tersebut menghasilkan peluang yang terbuka cukup lebar untuk memperbaiki keamanan cyber dan pengamanan yang holistik serta terintegrasi melawan serangan cyber.
Menurut Michael Hurle, Lead Advisor Risk Assurance di PwC Indonesia, tidak ada suatu teknologi yang dapat dipakai bersama dalam hal keamanan cyber yang efektif.
Menurut dia, keamanan cyber merupakan perjalanan menuju sebuah kondisi di masa depan yang dimulai dengan kombinasi yang tepat antara teknologi proses dan keahlian sumber daya manusia.
“Dengan adanya komponen tersebut, keamanan cyber berpotensi untuk berperan sebagai sarana bisnis yang tak tergantikan,” kata dia.
Menurut laporan ini, 69 persen responden mengatakan mereka menggunakan jasa keamanan berbasis awan untuk membantu melindungi data dan memastikan privasi dan perlindungan informasi konsumen.
Sementara dalam hal Big Data, yang seringkali dianggap sebagai titik lemah cyber, 59 responden responden menggunakan analitik yang diperkuat oleh data.
Cara ini untuk meningkatkan keamanan dengan menggeser fokus keamanan dari pertahanan berbasis lingkar dan memungkinkan perusahaan untuk menggunakan informasi yang diperoleh secara real-time dengan cara yang dapat menciptakan nilai riil.
Lalu, seiring dengan meningkatnya jumlah perangkat yang terhubung dengan internet, Internet of Things tak terhindarkan. Hal itu akan meningkatkan pentingnya pengamanan jaringan berbasis awan.
Investasi yang ditanamkan untuk menangani isu-isu ini berlipat ganda pada tahun 2015, namun saat ini hanya 36 persen responden survei yang memiliki strategi khusus untuk menghadapi Internet of Things.
Selama tiga tahun terakhir, jumlah perusahaan yang menjalin kolaborasi eksternal terus meningkat. Sebanyak 65 persen responden melaporkan bahwa mereka berkolaborasi dengan pihak lain untuk memperkuat keamanan.
“Seiring dengan semakin banyaknya bisnis yang berbagi lebih banyak data dengan pelanggan dan rekanan yang jumlahnya semakin banyak, maka sudah sewajarnya jika mereka bertukar intelijen tentang ancaman dan tanggapan keamanan cyber,” tulis laporan ini.