Palu, Satusulteng.com – Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah, menyebut pembangunan hunian sementara (huntara) untuk para pengungsi akibat bencana alam di kota itu sampai saat ini belum mencapai 30 persen dari rencana karena terbentur masalah kesiapan lokasi.
“Pematangan lahan dalam artian kesiapan peminjaman lokasi dari pemilik lahan untuk digunakan sementara menampung pengungsi masih sering terhambat,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Palu Presly Tampubolon saat dihubungi di Palu, Kamis.
Presly mengemukakan pembangunan huntara yang dikoordinasikan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sejauh ini masih dalam proses pengerjaan hingga masa transisi bencana menuju pemulihan dan rekonstruksi berakhir pada 25 Desember 2018.
Kementerian PUPR sendiri menargetkan pembangunan 1.200 unit huntara hingga Desember 2018 yang ditaksir bernilai sekitar Rp500 juta perunit.
Setelah pengerjaan selesai, selanjutnya pemerintah kota akan memeriksa kesiapan hunian itu dan pendataan warga dipengusian untuk kemudian menempati bangunan ‘shelter’ tersebut selama 18 smapai 24 bulan sambil menunggu pembangunan hunian tetap.
“Sejauh ini progresnya terus membaik mulai dari wilayah Palu Barat hingga Palu Utara bahkan di wilayah Petobo sudah terbangun sekitar 200 huntara dari 500 unit huntara yang akan disediakan pemerintah,” tambahnya.
Presly menjelaskan hunian-hunian yang dibangun untuk menampung korban bencana di Palu akan dilengkapi fasilitas sanitasi, dapur, MCK, air bersih, fasilitas umum dan fasilitas sosial termasuk jaringan listrik berdaya 450 Watt, temapt parkir dan sekolah.
Setiap unit akan terdiri atas 12 bilik, dan setiap bilik dihuni satu kepala keluarga, berkonstruksi baja ringan, berlantai papan, berdinding glassfiberreinforced cement (GRC) dan beratap seng. Konstruksi tersebut cocok untuk daerah panas seperti Lembah Palu.
Selain Kementerian PUPR, katanya, pihak lain seperti BUMN dan lembaga nonpemerintah juga telah berkontribusi membangun sejumlah huntara untuk para pengungsi di ibu kota Provinsi Sulteng.
“Kami tidak menutup kesempatan bagi siapa saja untuk ikut membangun huntara guna meringankan beban masyarakat. Kami persilahkan sepanjang tidak melanggar aturan perudang-undangan. Kami harap pengungsi di Palu bisa menempati hunian tersebut,” tutur Presly.
Sampai saat ini, tercatat masih 86.000-an warga yang tinggal di tempat-tempat pengungsian, menurun dibanding kondisi beberapa pekan sebelumnya yang mencapai 98.000 orang.
Di tempat terpisah, Gubernur Sulteng Longki Djanggola berharap agar semua pihak yang hendak membantu para korban bencana dengan membangun huntara, bisa menggunakan disain yang dibuat Kementerian PUPR karena itu lebih sesuai dengan kondisi alam Kota Palu.
Selain itu, katanya, kalau model dan kualitasnya huntaranya sama, bisa terhindar dari rasa iri atau rasa didiskriminasi yang mungkin timbul di antara sesama penghuni.