Palu, SatuSulteng.com – Kota Palu sebagai Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah dianugerahi Tuhan dengan bentang alam yang sangat lengkap dan kompleks. Bentang alam yang terdiri atas lembah, laut, pegunungan, sungai dan teluk menjadikan Kota Palu mendapat julukan Kota 5 Dimensi. Presiden pertama Indonesia Bung Karno pada 10 Oktober 1957 saat menginjakan kaki pertama kalinya di Palu, menyebut Kota Palu sebagai ”Mutiara di Khatulistiwa”, julukan yang sangat berdasar, layaknya mutiara yang tersembunyi didalam lautan namun sangat indah dan bernilai tinggi, Kota Palu juga memiliki potensi terpendam yang harus digali dan bernilai tinggi.
Selain itu, Kota Palu juga ”tersohor” dengan kejadian bencana alam pada tahun 2018 silam, dimana Kota Palu dilanda 3 (tiga) bencana alam sekaligus pada saat yang hampir bersamaan. Gempa 7,4 skala richter yang berpusat di Teluk Palu memicu gelombang Tsunami disepanjang pesisir Teluk Palu serta Likuefaksi di 2 (dua) wilayah Kota Palu yakni Kelurahan Petobo dan Kelurahan Balaroa. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 1.703 orang meninggal dunia di Kota Palu akibat bencana tersebut.
Pergerakan Sesar Palu Koro yang melintasi wilayah Kota Palu menjadi penyebab terjadinya bencana alam tersebut. Sesar Palu Koro merupakan patahan mendatar mengiri (sinistral strike slip fault) yang membelah Pulau Sulawesi menjadi dua, mulai dari batas perairan Laut Sulawesi dengan Selat Makassar hingga ke Teluk Bone. Di Kota Palu sendiri, sesar Palu Koro melintasi Teluk Palu ke arah daratan, memotong jantung kota dan sampai ke Sungai Lariang di Pipikoro Kabupaten Sigi. Sesar Palu Koro ini merupakan struktur geologi utama di Sulawesi Tengah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan bahwa Sesar Palu Koro merupakan patahan dengan pergerakan terbesar ke dua di Indonesia setelah patahan Yapen di Papua Barat. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjelaskan bahwa Sesar Palu Koro merupakan sesar darat terpanjang ke dua di Indonesia setelah sesar besar Sumatera dan sesar Palu Koro ini aktif bergerak dengan besar pergeseran 41 – 45 mm per tahun. Dilansir dari www.mongabay.com bahwa di dunia ini ada 3 (tiga) ibu kota yang dilalui sesar aktif, yakni Palu (Sulawesi Tengah), Wellingtong (New Zealand) dan San Fransisco (California).
Keberadaan sesar Palu Koro yang melintasi Kota Palu sejatinya bagi masyarakat dan pemerintah tentunya menjadi ”warning” mengingat potensi bencana geologi dan kegempaan yang sangat berpotensi terjadi kapan saja. Namun disisi lain, keberadaan sesar Palu Koro yang disertai dengan sejarah kebencanaan gempa bumi, tsunami dan likuefaksi yang terjadi pada saat bersamaan di 2018 tentunya juga menjadi potensi yang harus digali dan dikembangkan. Berkaca dari kejadian bencana 2018, dimana saat itu para peneliti dari seluruh dunia berkunjung ke Palu untuk meneliti fenomena langka gempa bumi, tsunami dan likuefaksi tersebut. Sangat jarang ditemukan di dunia ini 3 (tiga) bencana terjadi pada saat yang bersamaan dengan 1 (satu) pemicu utama yaitu gempa bumi.
Pemerintah Kota Palu melihat hal tersebut sebagai sebuah potensi yang harus digali dan dikembangkan. Kunjungan peneliti – peneliti dari berbagai penjuru ini tentunya karena ada sesuatu yang ”spesial” di Kota Palu, yang tentu saja adalah SESAR PALU KORO. Gagasan menjadikan Kota Palu sebagai kawasan Geopark sudah sering dikemukakan dalam berbagai diskusi, bahkan beberapa tulisan – tulisan di media online juga mengemuka ide untuk menjadikan Kota Palu sebagai Geopark City.
Kawasan Segi Tiga Sejarah Kebencanaan di Kota Palu yaitu area tsunami di pesisir Teluk Palu – Area Nalodo/Likuefaksi di Balaroa – Area Nalodo/Likuefaksi di Petobo adalah destinasi pariwisata yang memerlukan perhatian dan penanganan lebih serius. Kawasan ini telah ditetapkan menjadi destinasi pariwisata yang temuat dalam Keputusan Wali Kota Palu Nomor 431/1136/Pariwisata/2022 tentang Destinasi Pariwisata Kota Palu. Bersama dengan Kawasan Sempadan Sesar Palu Koro dan Lima Bentang Alam Kota Palu, yaitu: teluk, sungai, lembah, bukit, dan pegunungan.
Penetapan Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 13 Tahun 2022 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Tahun 2023 – 2025 menjadi langkah awal bagi pengembangan kepariwisataan Kota Palu. Kota 5 (lima) dimensi yang selama ini didengungkan akhirnya mempunyai arah pengembangan dan pembangunan secara kewilayahan yaitu :
- Kawasan Pengembangan Pariwisata Sungai meliputi Kecamatan Palu Timur, Kecamatan Palu Barat, Kecamatan Tatanga dan Kecamatan Palu Selatan;
- Kawasan Pengembangan Pariwisata Lembah meliputi Kecamatan Mantikulore, Kecamatan Tawaeli, Kecamatan Palu Timur, Kecamatan Palu Barat, Kecamatan Palu Selatan, Kecamatan Tatanga dan Kecamatan Ulujadi;
- Kawasan Pengembangan Pariwisata Bukit meliputi Kecamatan Mantikulore, Kecamatan Tawaeli, Kecamatan Palu Selatan, Kecamatan Ulujadi, Kecamatan Tatangan dan Kecamatan Palu Barat;
- Kawasan Pengembangan Pariwisata Pegunungan meliputi Kecamatan Ulujadi, Kecamatan Mantikulore dan Kecamatan Tawaeli;
- Kawasan Pengembangan Pariwisata Teluk meliputi Kecamatan Palu Utara, Kecamatan Tawaeli, Kecamatan Mantikulore, Kecamatan Palu Timur, Kecamatan Palu Barat dan Kecamatan Ulujadi.
Arah pengembangan pembangunan kepariwisataan ini tentunya semakin mempertegas bahwasannya Kota Palu merupakan Kota Jasa yang akan memanjakan pengunjungnya dengan berbagai potensi pariwisata yang ada baik pariwisata alami maupun pariwisata buatan.
Definisi Geopark sendiri menurut Kemeterian Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia adalah Kawasan yang memiliki unsur geologi terkemuka, dimana masyarakat setempat juga berperan serta melindungi warisan alam tersebut. Sedangkan menurut United Nation of Education and Social Culture Organization (UNESCO), sebuah badan dari Perserikatan Bangsa – Bangsa yang menangani Pendidikan dan Sosial Budaya mendefinisikan Geopark sebagai wilayah geografis di mana situs dan lanskap yang menjadi aset geologis internasional dikelola dengan konsep konservasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat secara terpadu.
Kawasan segitiga kebencanaan Kota Palu yaitu pesisir teluk palu, kawasan likuefaksi Balaroa dan kawasan likuefaksi Petobo dilihat dari definisi Geopark diatas sangat berpotensi untuk dikembangkan. Bentang alam, unsur geologi serta masyarakat sekitar merupakan aset dan potensi yang menunjang Geopark. Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 13 Tahun 2022 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Tahun 2023 – 2025 pada Bagian Ketiga Pengembangan Citra Pariwisata, Pasal 28 huruf c menyebutkan ”diwujudkan dalam upaya penguatan citra pariwisata Daerah yaitu Kota Taman Bumi Lima Dimensi dengan tagline ”Palu Geopark City”.
Hal ini menjadi langkah tegas sekaligus langkah maju bagi pengembangan kepariwisataan Kota Palu. Penetapan citra pariwisata daerah Kota Palu sebagai Palu Geopark City semakin menegaskan arah kebijakan pengembangan pariwisata Kota Palu. Pemerintah Kota Palu mengambil langkah yang sangat tepat dan berani, Sesar Palu Koro yang terkesan ”menakutkan”” akan berubah menjadi destinasi wisata kebencanaan. Semangat perubahan ini tentunya akan berdampak sangat positif bagi masyarakat Kota Palu utamanya masyarakat di sekitar segi tiga kebencanaan. Dampak positif dari penetapan Palu Geopark City tentunya wilayah – wilayah yang selama ini ditetapkan sebagai zona merah, yakni pesisir teluk palu, kawasan likuefaksi Balaroa dan kawasan likuefaksi Petobo akan dapat tumbuh sebagai kawasan geopark. Wajah kawasan pesisir teluk palu dengan tanggul nya, kawasan likuefaksi balaroa dan kawasan likuefaksi petobo yang selama ini terkesan sunyi dan tidak termanfaatkan perlahan namun pasti akan berubah menjadi ”laboratorium bencana kegempaan” yang akan dikunjungi oleh peneliti dan wisatawan dari berbagai penjuru untuk meneliti, meriset ataupun sekedar berwisata sambil belajar mengenai kebencanaan geologi.
Pengembangan Geopark tentunya juga menuntut keseriusan dari Pemerintah Kota Palu. Perlu segera ditindaklanjuti dengan melakukan pengkajian secara komprehensif terhadap pengembangan Palu Geopark City. Semangat ini harus terus dinyalakan dan digaungkan, tagar #palugeoparkcity harus selalu dipromosikan di berbagai media dan disampaikan setiap saat. Keterlibatan unsur hexahelix juga harus didorong untuk menggaungkan Palu Geopark City. Masyarakat Kota Palu juga harus disiapkan untuk pengembangan Geopark sesuai dengan definisi diatas bahwa pengembangan geopark juga menyertakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
Pemerintah dituntut untuk siap dan sigap dalam mewujudkan Palu Geopark City tersebut. Strategi dan arah kebijakan untuk mendukung pengembangan Palu Geopark City tentunya dibutuhkan untuk merealisasikan rencana besar ini. Strategi perencanaan Kawasan Pengembangan Pariwisata dan Kawasan Strategis Pariwisata, strategi penegakkan regulasi Kawasan pengembangan pariwisata dan Kawasan strategis pariwisata serta strategi pengawasan dan pengendalian implementasi Kawasan pengembangan pariwisata dan kawasan strategis pariwisata harus segera disusun sebagai dasar penentuan arah kebijakan pemerintah Kota Palu.
Palu Geopark City sebagai sebuah “mimpi besar”, tentunya koordinasi lintas sektoral juga penting dilakukan, pengembangan Palu Geopark City tidak bisa hanya dilakukan oleh Pemerintah. Namun keterlibatan seluruh stakeholder sangat penting dilakukan. Unsur pemerintah, swasta, Lembaga keuangan, akademisi dan masyarakat harus bersinergi untuk pengembangan Palu Geopark City. Pemerintah harus secara massif menggelorakan semangat Palu Geopark City melalui berbagai kebijakan. Kajian – kajian, riset dan pengembangan sudah selayaknya bermuara kepada perwujudan Palu Geopark City. Penyiapan infrastruktur utama dan pendukung juga selayaknya disiapkan sejak dini, moda transportasi, fasilitas umum, penyiapan sarana seperti penginapan, tour guide serta literatur – literatur terkait sesar palu koro sebagai “aktor utama” pada pengembangan Palu Geopark City ini juga harus semakin diperkaya diantaranya melalui kerjasama dengan akademisi dan lembaga penelitian untuk membuat kajian dan penelitian yang menghasilkan literatur terkait kebencanaan khususnya sesar palu koro. Lembaga keuangan, swasta dan UMKM juga seharusnya segera bersiap untuk pengembangan Palu Geopark City, pembinaan terhadap pelaku usaha, UMKM dan insan kreatif selayaknya mendukung pengembangan Palu Geopark City. Peran Komunitas Kreatif juga sebaiknya massif dilakukan, komunitas kreatif di Kota Palu yang digawangi oleh Komunitas Film, Video dan Animasi sebagaimana penetapan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang menetapkan Kota Palu sebagai Kota Film, Video dan Animasi juga harus mengambil peran bagi pengembangan Palu Geopark City ini, karya – karya film, video dan animasi sudah sepantasnya mengambil tema – tema kepariwisataan khususnya Geopark, pun demikian 17 sub sector komunitas kreatif lainnya.
Kota Palu harus berbenah, imbas pengembangan Geopark tentunya akan berdampak besar dan signifikan bagi kehidupan masyarakat Kota Palu. Hidup diatas patahan, bersahabat dengan bencana, bersaudara dengan gempabumi menjadikan kesiapsiagaan bencana sebagai ”kebiasaan baru” tentunya akan menjadikan masyarakat Kota Palu siap menghadapi bencana serta siap dalam menyambut wisatawan yang nantinya akan berkunjung ke ”Palu Geopark City”. Semangat ini akan terus menyala sehingga Palu Geopark City bukan hanya slogan, tapi menjadi kenyataan dan terus berkembang menjadikan Kota Palu sebagai Laboratorium Bencana Kegempaan Dunia melalui ”Palu Geopark City”.
Penulis :
Haryanto Franklin Sengke, S.Kom.
Peneliti Ahli Muda pada Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kota Palu