Oleh. Suandi Tamrin Bilatullah, S.I.Kom.
Cita-cita demokrasi adalah untuk mensejahterakan seluruh masyarakat. Masyarakat dalam Negara yang menganut system demokrasi seperti Indonesia berada pada posisi yang amat penting, hal ini dikarenakan dalam proses pelaksanaan system demorasi tersebut masyarakat dilibatkan sepenuhnya. Dalam konteks pemilu, peran masyarakat telah diamanatkan dalam undang-undang, sebagaimana tertuang pada pasal 448 Undang-Undang PemiluTahun 2017 ayat 1 disebutkan bahwa pemilu diselenggarakan dengan partisipasi masyarakat.
Upaya pelibatan masyarakatdalam penyelenggaraan pemilu tentu perlu diapresiasi, mengingat bahwa pemilu merupakan sarana dari pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat, anggota dewan perwakilan daerah, serta presiden dan wakil presiden. Pelibatan masyarakat dalam pemilu tentu merupakan bagian dari proses penguatan demokrasi serta upaya memperbaiki kualitas pelaksanan pemilu. Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu yang diamanatkan oleh undang-undang untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu terus berupaya membangun kekuatan bersama, menuju pelaksanaan pemilu yang berkualitas.
Hal ini dilakukan menyongsong agenda demokrasi pada pemilu serentak tahun 2019 mendatang, upaya membangun kekuatan tersebut dilakukan dengan bergerak memaksimalkan sosialisasi mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengawasan pemilu. Gerakan sosialisasi ini juga bertujuan membangkitkan kesadaran bersama bahwa masyarakat benar-benar memiliki andil dalam proses pemilu yakni sebagai subjek bukan sebagaiobjek, artinya masyarakat harus menjadi pemeran bukan sebagai penonton.
Menghadapipemiluserentaktahun 2019, tentu kita akan dihadapkan pada berbagai persoalan. Persoalan yang seringkali menyelimuti proses pelaksanaan pemilu yaitu praktik politik uang. Politik uang (Money Politic) seringkali muncul disebabkan karena tingkat pendidikan politik para kontestan dalam pemilu masih dibawah harapan, kekhawatiran kalah bersaing dalam memperoleh suara dengan kontestan lain menjadi motif terjadinya praktik politik uang. Selain itu munculnya (distrust) atau ketidak percayaan masyarakat terhadap kontestan politik. Ketidak percayaan masyarakat ini memuncak akibat dari pemberian harapan palsu oleh kontestan politik sehingga memberikan efek negatif yang pada akhirnya upaya yang dilakukan oleh kontestan politik untuk merebut kembali hati masyarakat adalah dengan melakukan praktik politik uang.
Berkaca pada pemilu tahun 2014, (Ahmad;2015 hal;3) Badan Pengawas Pemilu menerima laporan atas pelanggaran praktik politik uang yang dilakukan oleh sejumlah kontestan politik. Namun demikian, menurut Jeirry Sumampaw, Pemerhati Pemilu KomitePemilih Indonesia, praktik suap dan politik uang mengalami perubahan. Jika sebelumnya para kontestan politik mendatangi pemilih memberikan sembako atau uang jelang pemungutan suara, kini para kontestan politik menghemat membelanjakan dana kampanye mereka dan menyediakan dana untuk menyuap penyelenggara pemilu.
Praktik politik uang ini merupakan cerminan dari sinisme pemilih yang tidak mampu berbuat apapun terhadapi ntegritas kandidat, sehingga harus rela menjual suara mereka dengan harga tinggi. Sinisme pemilih ini akibat dari buruknya proses seleksi kepemimpinan dalam tubuh partai politik, sehingga muncul kepemimpinan politik yang tidak diharapkan namun proses ini tidak dapat di tolak masyarakat. Dalam upaya mewujudkan pemilu yang berkualitas, penyelenggaraan pemilu telah disandarkan pada prinsip-prinsip pelaksanaan pemilu, pasal 3 undang-undangnomor 7 tahun 2017 dengan tegas memberikan mandate bahwa penyelenggaraan pemiluharus memenuhi prinsip kemandirian, kejujuran, keadilan, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, serta efektif dan efisian.
Selanjutnya tujuan dariprinsip-prinsip tersebut telah terjabarkan pada pasal 4 yakni sebagai upaya memperkuat system ketatanegaraan yang demokratis, mewujudkanpemilu yang adil dan berintegritas, menjamin konsistensi pengaturan sistem pemilu, memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengaturan pemilu serta mewujudkan pemilu yang efektif dan efisien. Pada akhirnya, pemilu yang menjadi sarana perwujudan partisipasi politik masyarakat dan partai politik dapat diwujudkan manakala hasil pemilu yang diumumkan penyelenggara pemilu dapat diterima oleh semua pihak.
*Anggota Panwaslu Kabupaten Touna Divisi Pengawasan dan hubungan antar Lembaga (PHL) Suandi Tamrin Bilatullah, S.I.Kom.
(Isi tulisan di luar tanggung jawab kami – Redaksi)