Palu, Satusulteng.com – Menyikapi Kasus Dugaan Korupsi yang terjadi di PT. Bank Pembanguna Daerah (BPD) Sulawesi Tengah, yang dilakukan oleh mantan pejabat Bank Sulteng senilai 7 milliar rupiah, sebagaimana diketahui bahwa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng) Rabu, (25/1/2023) lalu, telah menetapkan 3 tersangka atas dugaan korupsi yakni, Rahmat Abdul Haris (RAH) Mantan Dirut Bank Sulteng, Bekti Haryono (BH) Dirut PT Bina Arta Prima (BAP), dan Nur Amin (NA) Mantan Kadiv Kredit Bank Sulteng.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Tengah, Triyono Raharjo, mengatakan OJK menghormati dan mendukung proses hukum yang dimaksud, karena Kejaksaan dalam hal ini sebagai aparat penegak hukum mempunya kewenangan memproses permasalahan tersebu.
“Kurang lebih bahwa apa yang menjadi objeknya adalah dugaan tindak pidana korupsi (tipikor), kami menghormati dan mendukung sepenuhnya apa yang dilakukan kejaksaan dalam hal ini,” ujarnya saat konfrensi pers di Aula OJK Sulteng, Senin (30/1/2023).
Ia menabahkan, mengenai pemasaran kredit Pra Pensiun dan Pensiun yang menjadi produk bisnis di Bank Sulteng, OJK dari sisis legulator telah mengatur seperti ahli daya pada Bank umum yang sudah di atur dalam peraturan OJK Nomor 9/POJK.03/2016 tentang prinsip kehati-hatian bagi bank umum yang melakukan penyerahan sebagian pelaksanaan kerja kepada pihak lain. Khusunya Pasal 6 huruf C yang menegaskan bahwa bank hanya dapat melakukan perjanjian alih daya dengan perusahaan penyedia yang memenuhi persyaratan paling sedikit memiliki kinerja keuangan dan reputasi yang baik serta pengalaman yang cukup.
Menurutnya, dalam hal pelaksanaan ahli daya tersebut, memang yang dilakukan terhadapt kegiatan penunjang dari kegiatan usaha dan kegiatan pendukung usaha. “Kegiatan usaha itu apa? yaitu kegiatan core business nya yaitu menghimpun dana dan penyaluran dana, sementara kegiatan pendukung itu adalah kegiatan diluar kegiatan usaha tadi, seperti maintenance SDM, pengadaan umum, administrasi, manajemen resiko, audit internal dan sebagainya,” tuturnya.
Triyono, menambahkan, yang tetap di perbolehkan adalah kegiatan pendukung, karena kegiatan utamanya itu adalah kegiatan yang merupakan satu rangkaian dalam proses bisnis atau yang disebut alur kerja, sehingga ini tidak boleh berkurang kalau sudah di tetapkan di alur kerja itu, artinya yang bisa di alih daya adalah pendukung, jadi berarti bukan mengurai alur kerjanya tapi mendukung supaya itu bisa terselengara.
“Nah, bagaimana persyaratannya, tentu persyaratannya adalah yang memang memiliki kompetensi, pengalaman, kecakapan dan track record yang baik,” katanya.
Kemudian, lanjutnya, yang bisa di ahli daya kan itu adalah yang tidak membutuhkan keahlian dengan kompetensi yang tinggi, dalam hal ini bisa di artikan bahwa kegiatan penunjang tidak membutuhkan kopetensi yang tinggi, artinya tidak berhubungan dengan pengambilan keputusan, misalnya jasa tenaga kerja untuk cleaning service, tenaga keamanan, atau pun tenaga surveyor, tapi tidak mengganggu proses bisnis utamanya.
“Alurnya tidak hilang, artinya dia tidak boleh diserahkan sepenuhnya tetap menjadi tanggungjawab bank, tidak di kurangi alur itu dia hanya menunjang sj, supaya mempermudah collect data. Tanggung jawabnya tetap di bank, tdk lepas tangan. Karena di undang-undang Perseroan Terbatans (PT) dilarang untuk mengalihkan tanggungjawab sepenuhnya gak boleh, sebagian saja yang bisa di ahlikan,” imbuhnya.
Ia mengatakan, berkitan dengan hal tersebut, karena memang yang di jadikan objek pemeriksaan dan kemudian berlanjut pada Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), tentu yang memilik kewenangan Instansi terkait seperti BPKP Perwakilan Sulteng dan Kejati Sulteng.
OJK tidak mungkin mengintervensi proses tersebut, tentu ada ketentuan yang di rujuk oleh Kejaksaan, dan pihaknya disebut tidak berhati-hati dalam melakukan proses ahli daya sesuai peraturan OJK, itu tentu menjadi ranah Kejaksaan karena yang menggunakan ketentuan tersebut sebagai pendukung untuk menetapkan para tersangka. “Permasalah ini sebenarnya sudah terungkap dengan hasil periksaan OJK di tahun 2018 lalu, tapi waktu itu ranahnya ranah pengawasan, makanya kemudian ketika itu di proses oleh Kejaksaan itu menjadi hak permaslaah yang dimaksud, karena Kejaksaan yang memilik Komptensi dan bisa menjelaskan apa latar belakangnya dan bagaimana konstruksi permasalahannya,” tutup Triyono. (SS1)