Palu, Satusulteng.com – Panca-Bencana yang kita alami di PADAGIMO (Palu, Donggala, Sigi, Parmout) pada 28 Sept 2018 setahun lebih yang lalu, sampai hari ini menyisakan banyak hal sebagai problem turunan dari sejumlah problem pokok yg tidak dibereskan sejak awal, yakni *aspek mitigasi & kesigapan Pemerintah menangani bencana.
Petobo, adalah salah satu Kelurahan di Kec. Palu Selatan, Kota Palu yg terdampak paling parah, selain Balaroa Palu Barat & Jono Oge Kab.Sigi. 184,5 Ha tanah warga, 1.050 bangunan, dan lebih 900 jiwa WNI orang Petobo meregang nyawa, diluluh-lantak gulungan lumpur likuefaksi, pembuburan tanah. Kini setahun lebih berlalu, 4.000 jiwa lebih (Penyintas) dari 1.670 KK Warga Kelurahan Petobo yang selamat, tua-muda, anak-anak, bertahan hidup di area Petobo Atas, Raranggavana, area sebelah timur (atas) dari bentangan selatan-utara tanggul/Gumbasa.
Kami, 4.000an Jiwa lebih anak bangsa Republik ini, sampai kini, mendapatkan informasi terkait HAK atas Hunian Tetap (HUNTAP), pun tidak jelas. Ketua Satgas yakni Wapres JK kala itu, Oktober 2019 yg dijadwalkan meninjau Petobo Atas, batal. Presiden Jokowi pun dalam lawatannya pada awal Nopember 2019 tdk menengok Petobo. Padahal disinilah Sejarah Geologi Dunia mencatat sebagai fenomena *likuefaksi terbesar abad ini.*
Hanya di catat sejarah. Tidak ditimpali dengan kebijakan Negara. “Berdasar dokumen warga, ratusan hektar tanah di Petobo Atas adalah lahan garapan leluhur kami, sampai pada suatu hari di tahun 1992, Orang Tua kami membagi bentangan 1.600 meter ini menjadi 2, yakni 800 meter diberikan kepada warga Desa NGATA BARU, Kab.Sigi”, ujar Umar H. Pantorano, Tokoh Pemuda yang juga Pimpinan BKM Petobo ini.
“Kami paham betul soal asal-usul tanah disini, makanya kami setuju dan sangat berharap Pemerintah segera bangun Huntap disini”, sambung Nur Hasan, mantan Lurah Petobo. Senada dengan keduanya, Tokoh Pemuda yg juga Pendiri Forum Warga Korban Gempa/Likuefaksi Petobo, Mohamad Rino, menambahkan, “Iya. Pada tahun 2015 justru kami dibantu oleh bapak Gubernur. Beliau perintahkan Kadis PU untuk bantu kami alat-berat lakukan Land-Clearing di 115 Hektar disini, dan kami swadaya mengerjakannya lebih dari 2 bulan”.
Oleh karena itu, maka atas kesepakatan para Totua Adat Petobo, Tokoh2 Agama, dan seluruh lapisan Penyintas di Petobo, sepakat pada hari ini mulai lakukan _RECLAIMING,_ yakni menegaskan kembali bahwa lahan ini milik rakyat Petobo, dan Konstitusi, Pasal 33 UUD 1945, juga UU Pokok Agraria Nomor 5/1960, dan dikuatkan oleh PP No.10/1961, menjamin untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan warga, apalagi untuk pemenuhan hak hunian layak korban bencana”, demikian Anjas Lamatata, Sekretaris Panitia Reclaiming menutup.
Palu, 16 Nopember 2019
*Mohamad Rino (Ketua Panitia)* / HP. 0812 4510 6527
*Anjas Lamatata (Sekretaris)* / HP. 0812 4739 0567