Sigi, Satusulteng.com – Menjelang malam tiba,saya dengan beberapa orang teman kembali mengunjungi
Masyarakat Topoda’a yang berada di Desa Tuva, Kecamatan Gumbasa,Kabupaten Sigi. Minggu (10/03/19)
Mangge Kose yang saat itu sedang mencuci baju menyapa dengan senyum lusu, dirinya meninggalkan tumpukan cucian itu kemudian menemui kami yang duduk di sebuah gubuk kecil.
Ia mengambil sebuah baju dan mengenakannya kemudian duduk menemani kami. Entah apa yang dipikirkannya spontanitas pembicaraan berlangsung sosok tua itu mengatakan bahwa mereka beberapa hari yang lalu mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP) ditemani Pak Pendeta.
“Kami nangurusi KTP, ni foto ri Biromaru (Kami mengurus KTP, di Foto di Biromaru)” ujarnya.
Kemudian Kose juga langsung mengatakan bahwa mereka dicari ketika Pemilihan
Umum (Pemilu).
“Ane momili nielo kami, Tapi ane naria sumbanga da’a nivai ka kami (Kalau Pemilu kami di cari, tetapi kalau ada sumbangan kami tidak diberikan)” ujar Kose lirih.
Adapun alasan tidak diberikan sumbangan karena dianggap masyarakat yang liar.
“Ane eva Penguli nu tesa, etumo da’a nombarata sumbanga apa kami niuli masaraka liar. (Menurut cerita yang saya dengar, kenapa tidak mendapat sumbangan/bantuan karena diangap masyarakat liar)” keluhnya lagi.
Kose juga cukup menyesali terkait dengan perlakukan terhadap mereka yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu. Menurutnya di Pemilu sebelumnya, dirinya dan Saudara-saudaranya sudah memilih.
Ditanya terkait dengan siapa saja yang dipilihnya di legislatif dan eksekutif Kose mengaku tidak mengenal pilihannya.
Menutup pembicaraannya, Kose mengatakan bahwa negara hadir ketika Pemilu Saja. Selebihnya mereka dianggap sebagai masyarakat liar.
Arman Seli
Penulis adalah Pegiat Masyarakat Adat