Keberanian Merevisi RPJM Desa
Oleh Azmi Sirajuddin
Kedudukan RPJM Desa
Tujuan pembangunan desa ialah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa serta meningkatkan kualitas manusianya dan penanggulangan kemiskinan, melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Sebagaimana yang disebitkan di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa terutama pada Pasal 78.
Sebagaimana pula yang disebutkan pada Pasal 79 ayat (1) bahwa dalam rangka pembangunan desa itu, pemerintah desa setempat berkewajiban merumuskan atau menyusun perencanaan pembangunan desa, sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota setempat. Selanjutnya, disebutkan pula pada ayat (2) bahwa perencanaan pembangunan desa disusun secara berjangka yang meliputi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun, serta Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) berkedudukan sebagai dokumen induk dan strategis dari perencanaan pembangunan di desa. Oleh sebab itu, RPJM Desa yang telah selesai dirumuskan melalui proses yang bersifat partisipatif mesti ditetapkan dan disahkan melalui Peraturan Desa (PERDES). Sehingga RPJM Desa legal dan sah menjadi kebijakan pemerintah desa. Namun patut diingat bahwa RPJM Desa mesti bersifat dokumen hidup (living document), alias bukan harga mati yang tidak dapat ditawar-tawar atau dikritisi.
Rumusan RPJM Desa mesti mempertimbangkan skala prioritas, program dan kebutuhan pembangunan di desa, yang akan dijabarkan dalam bentuk aktivitas kongkrit untuk masing-masing sektor. Setidaknya, ada lima komponen penting isu pembangunan di desa yang mesti diakomodir ke dalam RPJM Desa setempat. Pertama, peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar. Kedua, pembangunan serta pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan kemampuan teknis dan sumberdaya lokal yang tersedia. Ketiga, pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif. Keempat, pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi. Kelima, peningkatan kualitas ketertiban dan ketentraman masyarakat desa berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat.
Urgensi Revisi RPJM Desa
Melalui riset pembangunan berkelanjutan wilayah perdesaan di Sulawesi Tengah yang dilakukan oleh ECONESIA, ditemukan fakta bahwa ada pemerintah desa yang berani melakukan revisi terhadap RPJM Desa. Salah satu desa yang melakukan terobosan tersebut ialah Desa Solan Baru, di Kecamatan Kintom Kabupaten Banggai. Ada dua alasan mengapa Kepala Desa mengajukan revisi RPJM Desa. Pertama, karena roda pembangunan di wilayah itu tidak bergerak. Padahal sudah setahun lebih RPJM Desa Solan Baru tahun 2016-2022 dirumuskan. Kedua, dia menyadari bahwa ketika baru terpilih sebagai Kepala Desa di tahun 2016, muatan RPJM Desa yang disusun ketika itu belum mencerminkan skala prioritas setempat. Karena sewaku perumusan RPJM Desa kala itu terkesan terburu-buru, sebab mengejar tenggat waktu pemasukan dokumen ke level kabupaten untuk proses asistensi.
Menyadari kelemahan tersebut, Kepala Desa setelah bermusyawarah dengan Badan Permusyawaratan Desa, selanjutnya berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten untuk memperoleh persetujuan terhadap keinginan merevisi RPJM Desa. Musyawarah di level desa dan koordinasi di level kabupaten ini mesti dilakukan, agar revisi RPJM Desa benar-benar demi kepentingan kemaslahatan masyarakat setempat. Musyawarah di level desa serta koordinasi di level kabupaten, juga penting untuk memastikan bahwa revisi RPJM Desa dilakukan karena alasan yang luar biasa (force majeur).
Studi kasus di Desa Solan Baru tersebut menunjukan jika paradigma, sikap dan kepemimpinan seorang Kepala Desa sebagai kunci dalam revisi RPJM Desa. Andai paradigma seorang Kepala Desa masih seperti dulu, tentu dia tidak akan terlalu peduli apakah RPJM Desa sudah sejalan dengan kebutuhan setempat atau tidak. Sikap personal seorang Kepala Desa juga menentukan apakah dirinya berani melakukan terobosan, serta berani menempuh risiko dari perubahan yang hendak diwujudkan di desanya. Sedangkan kepemipinan menyangkut kemampuan mengepalai, mengarahkan, serta mendinamisasi pemerintahan di tingkat desa.
Dengan tetap mengacu pada visi Kepala Desa yang tertuang di dalam RPJM Desa sebelumya yaitu “Menuju Desa Solan Baru Yang Mandiri, Maju Dan Sehat Tahun 2022”, proses revisi RPJM Desa Solan Baru tahun 2016-2022 berlangsung selama bulan Juni 2018. Satu hal yang menarik dari proses revisi RPJM Desa ini adalah perubahan metodologi, Jika sebelumnya perumusan RPJM Desa dilakukan melalui Musyawarah Pembangunan Desa, diubah dengan memulainya dari observasi dan diskusi kelompok terfokus (FGD).
Meskipun secara prinsip kedua metodologi bersifat partisipatif dan berangkat dari arus bawah (bottom up), namun berbeda dari aspek keluwesan (flexible) dan kedalaman (indepth). Jika penjaringan aspirasi masyarakat ditempuh dengan proses musyawarah pembangunan desa yang lazim selama ini, terdapat kendala psikologis (psycological barrier) khususnya pada kelompok-kelompok rentan di masyarakat. Seperti perempuan, penyandang disabilitas, serta orang dengan pengidap penyakit tertentu. Namun melalui diskusi kelompok terfokus, pemerintah desa beserta fasilitator dan atau tenaga ahli dapat menemukan apa kebutuhan afirmatif kelompok-kelompok rentan tersebut.
Selamat dan sukses kepada masyarakat dan pemerintah di Desa Solan Baru, Kecamatan Kintom Kabupaten Banggai. Semoga melalui revisi RPJM Desa Solan Baru tahun 2016-2022, spirit kita untuk membangun Indonesia dari pinggiran dan terdepan melalui pembangunan wilayah perdesaan, dapat terealisasi untuk kemaslahatan masyarakat setempat.
*Penulis, adalah Dewan Nasional WALHI dan Direktur Eksekutif ECONESIA