Oleh: Riska Yuliana Ridwan (Mahasiswi Pascasarjana Ilmu Gizi, UNHAS)
Tanaman ajaib yang tak asing lagi, Kelor atau Moringa Oleifera, memiliki segudang nutrisi. Bagi masyarakat Sulawesi Tengah, khususnya suku Kaili kelor sudah menjadi masakan keluarga yang hampir setiap hari tersedia di meja makan. Kelor dapat dijadikan sebagai sumber pangan, obat-obatan, dan bahan baku industri. Peresmian Rumah Produksi Kelor PT. Kelo’ Imangge Palu di Jalan Uwe Tombua, Kelurahan Kayumalue, Kota Palu, pada Senin, 20 November merupakan tonggak sejarah penting bagi kemajuan sektor pertanian dan ekonomi di Kota Palu. Kualitas tanaman yang tumbuh di wilayah Kota Palu dan sekitarnya dianggap sebagai salah satu yang terbaik di seluruh Indonesia, kelor memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai bahan baku yang bernilai ekonomi tinggi.
Jika tanaman kelor bisa membawa pada peningkatan perekonomian dan pertanian, bukan hal yang mustahil menjadikan tanaman ini sebagai salah satu pangan lokal dalam mengatasi masalah gizi salah satunya anemia. Penelitian terkait hubungan kelor dan anemia telah membuktikan bahwa kandungan nutrisi dalam daun kelor dapat melengkapi kebutuhan nutrisi tubuh dengan baik. Konsumsi daun kelor dapat menjaga keseimbangan nutrisi, membantu meningkatkan energi dan ketahanan tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun kelor efektif meningkatkan kadar hemoglobin pada remaja putri yang mengalami anemia, dengan kandungan Fe mencapai 54,92 mg per 1 kg daun kelor.
Di Provinsi Sulawesi Tengah, anemia termasuk salah satu penyakit paling banyak yang mencapai 4.635 kasus di tahun 2018. Sedangkan di Kota Palu, salah satu kejadian anemia tertinggi dengan prevalensi sebanyak 20,2% dari total kejadian anemia di Kota Palu. Pencegahan anemia perlu dilakukan sejak masa remaja dikarenakan dampak dari kejadian anemia pada remaja dapat menurunkan konsentrasi dan prestasi belajar, serta mempengaruhi produktivitas. Disamping itu juga dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi. Anemia dapat mempengaruhi tingkat kesegaran jasmani seseorang. Akibat dari jangka panjang penderita anemia gizi besi pada remaja putri yang nantinya akan hamil, maka remaja putri tersebut tidak mampu memenuhi zat–zat gizi pada dirinya dan janinnya sehingga dapat meningkatkan terjadinya risiko kematian maternal, prematuritas, BBLR, dan kematian perinatal.
Pemerintah sudah melakukan upaya dalam mencegah dan menurunkan kejadian anemia pada ibu hamil di Indonesia yakni dengan memberikan 90 Tablet Tambah Darah (TTD) selama periode kehamilan. Memanfaatkan pangan lokal dengan inovasi yang efektif bisa juga dilakukan sebagai bentuk program baru dalam mencegah anemia pada remaja putri dan ibu hamil. Untuk mendukung program pencegahan anemia dengan melibatkan kelor sebagai pangan lokal yang mudah didapat dan sering dikonsumsi masyarakat, membentuk kemitraan dengan tenaga kesehatan menjadi langkah krusial. Petugas gizi dapat menyusun program khusus yang mempromosikan konsumsi kelor, diimplementasikan di sekolah, pusat kesehatan, dan masyarakat. Kolaborasi dengan ahli gizi dan koki lokal dapat membantu menciptakan masakan kelor yang sehat. Pelatihan untuk ibu rumah tangga dan masyarakat umum tentang cara memasak kelor dengan benar menjadi langkah penting.
Penting juga peran lintas sektor dalam menggulirkan manfaat kelor sebagai pencegahan anemia, terutama pada remaja putri dan ibu hamil. Dukungan dan kebijakan pemerintah untuk pengembangan kelor sebagai pangan lokal bergizi di Tanah Kaili menjadi kunci. Melibatkan masyarakat dalam penanaman kelor di halaman rumah dapat menjadi langkah partisipatif. Sektor swasta juga dapat membentuk kemitraan dengan petani lokal, mendukung ekonomi lokal, dan memastikan ketersediaan pangan lokal yang berkualitas. Pentingnya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam bercocok tanam kelor dan pengolahan produk kelor tidak boleh diabaikan. Dengan demikian, sinergi lintas sektor melalui tanaman kelor di Tanah Kaili dapat memberikan manfaat maksimal bagi semua pihak yang terlibat.